asuransi syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Istilah
asuransi dalam perkembangannya di Indonesia berasal dari kata Belanda assurantie
yang kemudian menjadi “asuransi” dalam bahsa Indonesia. Namun istilah assurante
itu sendiri sebenarnya bukanlah istilah asli bahasa Belanda akan tetapi,
berasal dari bahasa Latin, yaitu assecurare yang berarti “menyakinkan
orang”. Kata ini kemudian dikenal dalam bahasa Perancis sebagai assurance.
Demikian pula istilah assurandeur yang berarti “penanggung” dan geassureerde
yang berarti “tertanggung” keduanya berasal dari perbendaharaan bahasa Belanda.
Sedangkan dalam bahasa Belanta istilah “pertanggungan” dapat diterjemahkan
menjadi insurance dan assurance. Kedua istilah ini sebenarnya memiliki
pengertian yang berbeda, insurance mengandung arti menanggung segala
sesuatu yang mungkin terjadi. Sedangkan assurance berarti menanggung
sesuatu yang pasti terjadi. Istilah assurance lebih lanjut dikaitkan
dengan pertanggungan yang berkaitan dengan masalah jiwa seseorang.
Banyak pendapat mengenai pengertian asuransi, antara lain :
1.
Asuransi
dapat pula diartikan sebagai suatu perjanjian sebagai suatu persetujuan di mana
penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan mengikat diri kepada
tertanggung dengan mendapat presmi, untuk mengganti kerugian, atau tidak
diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa
yang tidak diketahui lebih dulu. [1]
2.
Secara
umum pengertian asuransi adalah perjannjian antara penanggung (perusahaan
asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) yang dengan menerima presmi
dari tertanggung, penanggung berjanji
akan membayar sejumlah pertanggungan manakala tertanggung:
a.
Mengalami
kerugian, kerusakan atau kehilangan atas barang/kepentingan yang diasuransikan
karena peristiwa tidak pasti dan tanpa kesengajaan;
3.
Asuransi
adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang
sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum
pasti.[3]
4.
Asuransi
atau pertanggungan menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasurasian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keutungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[4]
5.
Asuransi
dalam sudut pandang ekonomi merupakan metode untuk mengurangi risiko
dengan jalan memindahkan dan
mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan. Menurut sudut
pandang bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya
menerima/menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh
keuntungan dengan berbagi risiko di antara sejumlah nasabahnya. Dari sudut
pandang sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial yang menerima
pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar
kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota asuransi tersebut.[5]
Beberapa
istilah pokok yang harus dipahami untuk bisa mengenal usaha peransurian syariah
antara lain :
1.
Peserta
asuransi; adalah pihak pertama
yang berbagi risiko dan mempunyai hak untuk menerima sejumlah uang dari
perusahaan asuransi sebagai ganti rugi atas terjadinya suatu risiko sebagaimana
tercantum dalam perjanjian.
2.
Perusahaan
asuransi, sebagai pengelola risk sharing. Dalam asuransi syariah
perusahaan asuransi adalah pengelola (operator) dana yang berhak memperoleh
imbalan tertentu dalam bentuk fee dan/atau bagi hasil.
3.
Al-Kafalah;
adalah suatu kepentingan yang
menjadi dasar berlakunya suatu pertanggungan asuransi, yaitu adanya kepentingan
terhadap kehidupan seseorang (insurable interest), benda atau terhadap
tanggung tanggung gugat kepada pihak lain.
4.
Underwriting
adalah proses penafsiran jangka
hidup seorang calon peserta yang dikaitkan dengan besarnya risiko untuk
menentukan besarnya premi.
5.
Polis
asuransi; adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi
dengan perusahaan asuransi.
6.
Premi
asuransi; adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan peserta asuransi untuk
mengikat kewajiban pengelola dalam membayar ganti rugi atas terjadinya risiko.
7.
Jangka
waktu pertanggungan yang menunjukkan lamanya suatu perjanjian asuransi berlaku.
8.
Tanggal
dikeluarkan polis adalah tanggal yang tercantum pada polis saat dikeluarkan
atau diterbitkan oleh perusahaan asuransi.
9.
Manfaat
asuransi atau jumlah uang pertanggungan merupakan jumlah uang yang dinyatakan
dalam polis sebagai proteksi maksimum yang akan dibayarkan perusahaan asuransi
kepada peseta sebagai ganti rugi atas terjadinya suatu risiko.
10.
Agen
asuransi adalah seseorang atau badan hukum yang kegiatannya memberikan jasa
dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama perusahaan asuransi.
11.
Aktuaria
adalai pegawai asuransi yang bertugas utama melaksankan perhitungan keuangan
perusahaan.
12.
Reasuransi
pada prinsipnya adalah pertanggungan ulang atau pertanggungan yang
diasuransikan atau sering disebut asuransi dari asuransi.
B.
SEJARAH
DAN DASAR HUKUM
1.
Sejarah
Kajian
asuransi dalam hukum Islam merupaka hal yang baru, dan belum pernah ditemukan
dalam literatur-literatur fiqh klasik. Pembahasan asurasi dalam wilayah
kajian ilmu—ilmu keislaman baru muncul pada fase lahirnya ulama kontemporer.
Tercatat dalam literatur sederetan nama yang menekuni kajian asuransi
diantaranya adalah Ibnu Abidin (1784-1836), Muhammad Nejatullah al-Siddiqi,
Muhammad Musheddin, Fazlur Rahman, Mannan, Yusuf al-Qardhawi, Mohd. Ma’shum
Billah, merupakan deretan nama ulama ternama yang hidup di era abad modern.
Jadi, asuransi Islam atau asuransi syariah merupakan hasil pemikiran ulama
kontemporer.
Secara
prinsipil kajian ekonomi Islam selalu mengedepankan asas keadilan,
tolong-menolong, menghindari kezaliman, pengharaman riba (bunga), prinsip profit
and loss sharing serta penghilangan unsur gharar. Maka dari sini,
bisa ditarik garis pararel terhadap prinsip-prinsip yang harus ada dalam sebuah
institusi asuransi syariah. Sebab, asuransi syariah secara teoritis masih
menginduk kepada kajian ekonomi Islam secara umum. Untuk tujuan menjaga agar
selalu sesuai dengan syari’at Islam maka pada setiap asuransi harus ada Dewan
pengawas syariah (DPS).
Asuransi
syariah mengemban tugas agar melakukan pembersihan unsur-unsur yang tidak sesuai
dengan syariah terhadap praktik yang dijalankan oleh asuransi konvensional.
Nilai-nilai seperti materialistis, individualistis, kapitalis, harus
dihapuskan, sebagai gantina dimasukkan semangat keadilan, kerja sama, dan
saling tolong-menolong.
Muhammad
Ma’shum Billah mengajukan sebuah konsep yang diberi nama dengan takaful.
Sebuah konsep asuransi syariah yang di dalamnya dilakukan kerja sama dengan
para peserta takaful (pemegang polis asuransi) atas prinsip al-mudharabah.
Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai al-mudharib yang
menerima uang pembayaran dari peserta takaful untuk diadministrasikan
dan diinvestasikan sesuai dengan ketentuan syariah. Konsep takaful pada
dasarnya merupakan usaha kerja sama saling melindungi dan menolong antara
anggota masyarakat dalam menghadapi malapetaka atau bencana.
Secara
kelembagaan, perkembangan asuransi syariah global di tandai dengan kehadiran
perusahaan asuransi syariah di berbagai belahan dunia, antara lain Sudanese
Islamic Insurance (1979), Islamic Arab Insurance Co. (1979), Dar Al-Maal
Al-Islami, Geneva (1981), Islamic Takafol Company (I.T.C), S.A. Luxembourg
(1983), Islamic takafol and Re-Takafol Company, Bahamas (1983), Syarikat
Al-Takafol Al-Islamiyah bahrain, E.C. (1983), Takaful Malaysia (1985).
Sedangkan
di Indonesia, asuransi syariah merupakan sebuah cita-cita yang telah dibangun
sejak lama, dan telah menjadi sebuah lembaga asuransi modern yang siap melayani
umat Islam Indonesia dan bersaing dengan
lembaga asuransi konvensional. Pertama, takaful keluarga, yaitu bentuk takaful yang
memberikan perlindungan finansial dalam menghadapi malapetaka kematian dan
kecelakaan atas diri peserta takaful. Kedua, takaful umum, adalah bentuk
takaful yang memberikan perlindungan finansial dalam menghadapi bencana atau
kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful.
Adapun
perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada paruh akhir tahun
1994, yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25
Agustus 1994, dengan resmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga melalui SK Menkeu
No. Kep-385/KMK.017/1994. Pendirian Assuransi Takaful Indonesia diprakarsai
oleh Tim Pembentuk Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh
ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu
Mandiri, Pejabat dari Departemen Keuangan, dan Pengusaha Muslim Indonesia.
Melalui
berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding dengan Takaful
Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai
Holding Company pada tanggal 24 Februari 1994. Kemudian PT STI mendirikan 2
anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance) dan
PT Asuransi Takaful Umum (General Insurance).
Setelah
itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti PT asuransi syariah
“Mubarakah” (1997) dan beberapa unit asuransi syariah dari asuransi
konvensional seperti MAA Assurance (2000), Asuransi Great Eastern (2001),
Asuransi Bumi Putra (2003), Asuransi Beringin Jiwa Sejahtera (2003), Asuransi
Tripakarta (2002), Asuransi Jasindo takaful (2003), Asuransi Binagria (2003),
Asuransi Bumida (2003), Asuransi Staci Jasa Pratama (2004), Asuransi Central
Asia (2004), Asuransi Adira Syariah (2004), Asuransi BNI Jiwaraya Syariah
(2004), Asuransi Sinar Mas (2004), Asuransi Tokio Marine Syariah (2004), dan
Reindo Divisi Syariah (2004). Sampai dengan Mei 2008, sudah hadir 41 perusahaan
asuransi syariah di Indonesia, 3 perusahaan reasuransi syariah dan 6 perusahaan
broker asuransi dan reasuransi syariah.[6]
2.
Dasar
Hukum
A.
Al-Qur’an
Surat al-Maidah
ayat 1 dan 2
a. يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ ۚ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ
الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُم
حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang
ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
b. يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ
يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ
فَاصْطَادُوا ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu melanggar syi´ar-syi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang
qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah
sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
B.
Hadist
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra, dia berkata : Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail,
kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu kewanita lain sehingga
mengakibatkan kematian wanita terserbut beserta janin dikandungnya. Maka ahli
waris wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada
Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw memutuskan ganti rugi dari pembunuhan
terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau
perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah
(diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki)”. HR.Bukhari.
C.
Perundang-Undangan
Peraturan
perundang-undangan tentang peransuransian di Indonesia diatur dalam beberapa
tempat, antara lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), UU No. 2
Tahun 1999 tentang Perubahan atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Usaha Peransuransian serta aturan-aturan lain yang mengatur Asuransi Sosial
yang diselenggarakan oleh BUMN Jasa Raharja (Asuransi Sosial Kecelakaan
Penumpang), Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja), dan Askes (Asuransi Sosial
Pemeliharaan Kesehatan).
Sedangkan
asuransi syariah masih terbatas dan belum diatur secara khusus dalam undang-undang.
Peransuransian syariah di Indonesia juga diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI
antara lain Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/2006 tentang Akad Wakalah
Mudharabah Musyarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa DSN-MUI No.
52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi
Reasuransi Syariah, Fatwa DSN MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’
pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.
C.
PENDAPAT
ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH
Pendapat ulama
tentang asuransi terbagi dua golongan, diantaranya:
1.
Yang
Membolehkan
Pendapat
ini didukung oleh Ulama Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusup
Musa, Syaikh Abdur Rahman Isa, Prof. Dr. Muhammad al-Bahi, alasan mereka
membolehkan asuransi adalah :
a.
Tidak
ada teks dalam al-Qur’an dan Hadist yang melarang asuransi.
b.
Ada
kesepakatan/kerelaan kedua belah pihak.
c.
Mengandung
kepentingan umum (maslahah ‘amah) sebab premi yang terkumpul bisa
diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
d.
Asuransi
termasuk akad mudharabah artinya akad kerjasama bagi hasil antara pemegang
polis (shabihul maal) dan pihak asuransi (mudharib) atas dasar prinsip profit
and loss sharing.
e.
Asuransi
termasuk koperasi (syirkah ta’awuniah)
f.
Diqiyaskan
(analogi) dengan sistem pensiun.
2.
Yang
mengharamkan
Pendapat
yang mengharamkan asuransi didukung oleh Sayid Sabiq, Abdullah Al-Qalqili,
Yusuf Qardawi dan Muhammad Bakhit Al-Muth’I, Ibnu Abidin, Muhammad al-Ghazali,
Syekh Abu Zahro, Dr. Muhammad Muslihuddin, Prof. Dr. Wahwan az-Zuhaili, Dr.
Husain Hamid Hisan, Prof.Kh. Ali Yafie alasan mereka adalah :
a.
Pada
dasarnya asuransi sama dengan judi.
b.
Asuransi
mengandung ketidakpastian
c.
Asuransi
mengandung riba
d.
Asuransi
bersifat eksploitasi karena jika peserta tidak sangguo melanjutkan pembayaran
premi sesuai dengan perjanjian maka premi hangus/hilang atau berkurang secara
tidak adil
e.
Premi
yang diterima oleh perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang
mengandung unsur riba/bunga
f.
Asuransi
termasuk aqad sharf artinya jual beli atau tukar-menukat uang dengan tidak
tunai
g.
Asuransi
menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai objek bisnis yang mendahului
takdir Allah.
D.
MANFAAT
DAN RISIKO ASURANSI
1.
Manfaat
Asuransi
pada dasarnya dapat memberi manfaat bagi para peserta asuransi antara lain,
sebagai berikut :
1.
Rasa
aman dan perlindungan
2.
Pendistribusian
biaya dan manfaat yang lebih adil.
3.
Berfungsi
sebagai tabungan
4.
Alat
penyebaran risiko
5.
Membantu
meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi akan melakukan investasi
sesuai dengan syariah atas suatu bidang usaha tertentu.
2.
Risiko
Risiko
dalam industri peransuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian
finansial atau kemungkinan terjadi kerugian. Jenis-jenis risiko umum dikenal
dalam usaha perasuransian, antara lain:
1.
Risiko
murni
Risiko
murni adalah suatu risiko yang bila terjadi akan memberikan dan apabila tidak
terjadi tidak menimbulkan kerugian akan tetapi juga tidak memberikan
keuntungan.
2.
Risiko
investasi
Risiko
investasi adalah risiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu
peluang mengalami kerugian finansial atau peluang memperoleh keuntungan.
3.
Risiko
individu
Risiko individu
ini dapat dibagi lagi menjadi 3 macam risiko, yaitu :
a.
Risiko
pribadi (personal risk)
Risiko pribadi adalah
risiko yang memengaruhi kapasitas atau kemampuan seseorang memperoleh
keuntungan.
b.
Risiko
harta (property risk)
Risiko harta
adalah risiko terjadinya kerugian keuangan apanila kita memiliki suatu benda
atau harta. Kehilangan suatu harta dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu :
a. Kerugian langsung, yaitu apabila harta seseorang hilang atau rusak,
maka
akan terjadi suatu kerugian finansial karena kehilangan nilai harta tersebut
dan uang yang di investasikan di dalamnya berikut segala biaya yang di
gunakannya.
b. Kerugian
tidak langsung, yaitu apabila terjadi kerugian asal.
c.
Risiko tanggung gugat ( liability risk )
Risiko tanggung gugat
adalah risiko yang mungkin dialami sebagai tanggung jawab akibat merugikan
pihak lain. Jika seseorang menanggung kerugian orang lain maka dia harus
membayar , sehingga hal ini merupakan kerugian finansial.
3. Risiko
yang dapat di asuransikan (insurable risk)
Ada beberapa karakteristik risiko yang dapat diasuransikan yang biasanya di singkat dengan LURCH,yaitu:
1. Loss-unexpected
( kerugian tidak terduga )
Risiko ini dapat
diassuransikan harus berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian (loss ).
Kerugian tersebut ada yang dapat di ukur dan dipastikan waktu dan tempatnya dan
ada yang tidak.
2. Reasonable
( beralasan )
risiko yang diasuransikan adalah benda
yang memiliki nilai.
3. Catastrophic
(kemungkinan bencana besar)
Risiko yang di
asuransikan haruslah tidak akan menimbulkan suatu kemungkinan rugi yang sangat
besar, yaitu sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian
pada waktu yang bersamaan yang di sebabkan oleh suatu bencana.
4. Homogeneous
(sama/serupa)
Barang yang di
asuransikan haruslah homogen dalam arti ada banyak yang serupa atau sejenis.
Oleh karena itu, jika ingin mengetahui besarnya kemungkinan kerugian suatu
benda, maka harus ada jenis yang serupa sebagai bahaan perbandingan untuk
memperkirakan kerugian yang mungkin terjadi tersebut.
1. Cara
mengelola risiko
Dalam
menangani risiko ini sekurang-kurangnya ada 5 hal yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Menghindari
risiko ( risk avoidance); untuk menghindari risiko jangan melakukan kegiatan
apa pun yang kemungkinan dapat menimbulkan peluang kerugian.
2. Mengurangi
risiko (risk reduction ) ; mengurangi risiko adalah sedapat mungkin dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya kerugian.
3. Retensi
risiko ( risk retention) ; retensi risiko berarti kita tidak melakukan apa pun
terhadap risiko tersebut. Kita memiliki risiko tetapi kita memutuskan untuk
tidak melakukan apa pun.
4. Membagi
risiko ( risk sharing ) ; konsep ini merupakan konsep yang diterapkan dalam
asuransi syariah. Terkadang suatu risiko tidak dapat sihindari, dan retensi
akan memberi peluang kerugian yang amat besar, maka dapat dilakukan pembagian
kerugian. Dengan membagi risiko kepada pihak lain maka potensi kerugian dapat
dibagi kepada pihak lain.
5. Mentransper
risiko (risk transper); transper risiko ini merupakan konsep usaha asuransi
konvensional, yaitu berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain,
E.
PERBEDAAN ASURANSI KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH
Asuransi syariah secara teoritis
masih menginduk kepada kajian ekonomi islam secara umum. Oleh karena itu,
asuransi syariah harus tunduk kepada aturan-aturan syariah, inilah yang
kemudian membentuk karakteristik asuransi syariah secara unik dan membedakannya
dengan asuransi konvensional. Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan
asuransi konvensional adalah sebagai berikut :
1. Asuransi
syariah memiliki dewan pengawas syariah ( DPS) yang bertugas mengawasi produk
yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan pengawasan syariah ini
tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. Akad
pada kuntansi syariah adalah akad tabarru (hibah) untuk hubungan sesama peserta
di mana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar tolong-menolong.
3. Investasi
dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil ( mudharabah), bersih
dari gharar,masyir dan riba. Sedangkan
pada asuransi konvesional memakai bunga (riba). Sebagai landasan perhitungan
investasinya.
4. Kepemilikan
dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelolanya secara syariah. Pada asuransi konvensional
dana yang terkumpul dari nasabah menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan
bebas menentukan alokasi investasinya.
5. Asuransi
syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh
sedangkan konvensional tidak.
F.
PENGGOLONGAN JENIS USAHA ASURANSI
Penggolongan jenis asuransi di
indonesia bisa dibagi dari berbagai segi,yaitu:
1. Asuransi
ditinjau dari fungsinya
Menurut
undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, jenis usaha perasuransian meliputi asuransi kerugian,
asuransi jiwa dan reasuransi
1.1 asuransi kerugian ( non life insurance /general
insurance )
yaitu
usaha yang memeberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian \,
kehilangan manfaat dan tanggung jawab hokum kepada pihak ketiga yang timbul
dari
peristiwa
yang tidak past.
1.2 Asuransi jiwa ( life insurance )
Asuransi
jiwa adalah suatu jasa yang di berikan oleh perusahaan risiko yang di kaitkan dengan jiwa atau meninggalnya
seseorang yang di asuransikan.
1.3 reasuransi
reasuransi
pada prinsipnya adalah pertanggung jawaban ulang atau pertangung yang di
asuransikan atau sering di sebut asuransi dari asuransi. Reasuransi adalah
suatu system penyebaran risiko di mana penanggungan menyebaraan seluruh atau
sebagian dari pertanggungan yang di tutupnya kepada penaggung yang lain.
2.
Asuransi ditijau
dari polis dasar
Asuransi ditinjau dari polis dasarnya terbagi empat,
yaitu :
1.
Asuransi berjangka ( trem life insurance ),
yaitu asuransui yang menyediakan jasa asuransi jiwa untuk periode tertentu
sesuai dengan kesepakatan.
2.
Asuransi seumur
hidup ( whole life insurance )yaitu asuransi yang menyediakan jasa asuransi
jiwa untuk seumur hidup pemegang polis yang mengharuskan membayar premi setiap
tahun.
3.
Asuransi dua
manfaat ( endowoment ), yaitu kontrak asuransi jiwa yang masa berlakunya di
batasi.
4.
Asuransi unit
investasi ( unit linked ), yaitu satu bentuk investasi kolektif yang di tawarkan
melalui polis asuransi.
3.
Asuransi Ditinjau dari
Segi Kepemilikannya
1.
Asuransi milik swasta,
yaitu perusahaan asuransi yang dimiliki dan dikelola oleh pihaak swasta dan
tetap dalam naungan pemerintah.
2.
Asuransi milik
pemerintah, yaitu perusahaan asuransi yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah
dan dikelola oleh badan yang berwenang dalam kepemerintahan.
3.
Asuransi milik
perusahaan asing, yaitu perusahaan asuransi yang kepemilikannya adalah dari
negara lain yang beroperasi dalam negeri Indonesia.
4.
Asuransi milik
campuran, yaitu perusahaan asuransi yang saham dan kepemilikannya milik
beberapa pihak, baik pihak swasta maupun pemerintah.
4.
Asuransi Ditinjau dari Sifat Pelaksanaannya
a. Asuransi
sukarela, yaitu asuransi yang dilakukan dengan sukarela dan atas dilakukan kesadaran seseorang akan kemungkinan
terjadinya risiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungjawabkan.
b. Asuransi
wajib, yaitu asuransi yang bersifat wajib dilakukan oleh pihak-pihak terkait
yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh pemerintah.
5. Asuransi Ditinjau dari Kegiatan Penunjang Usaha
Asuransi
a. Pialang
asuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa keperan-taraan dalam penutupan
asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk
kepentingan tertanggung.
b. Pialang
reasuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa keperlantaraan dalam penempatan
reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak
untuk kepentingan perusahaan asuransi.
c. Penilai
kerugian asuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian
pada objek asuransi yang diasuransikan.
d. Konsultan
aktuaria, yaitu usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
e. Agen
asuransi, yaitu pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran
jasa asuransin untuk dan atas nama penanggung.
G.
Mekanisme Kerja Asuransi Syariah
Produk
Takaful individu dibagi manjadi dua jenis, yaitu produk Takaful individu
tabungan dan produk Takaful tabungan. Mekanisme kerja kedua produk tersebut berbeda
satu dengan yang lain, walaupun begitu sistemnya tetap melarang keberadaan riba,
gharar dan maysir adapun mekanisme kerja produk-produk tabungan dapat
diilistrasikan dalam gambar berikut.
1. Underwriting
Underwriting merupakan
proses penyelesaian dan pengelompokan risiko yang akan ditanggung, tugas
tersebut merupakan sebuah elemen yang esensial dalam operasi perusahaan
asuransi.sebab, maksud nderwriting adalah memaksimalkan laba melalui penerimaan
distribusi risiko yang diperkirakan akan mendatangkan laba, tanpa underwriting
yang efesien perusahaan asuransi tidak akan mampu bersaing.[7]
Dalam
melakukan proses penerimaan risiko underwriting terdapat tiga konsep penting
yang menjadi dasar bagi perusahaan asuransi untuk menerima atau menolak suatu
penutupan risiko[8]
Pertama, kemungkinan
menderita kerugian (change of loss)sering
disebut dengan probilita atau kemungkinan menderita kemungkinan dari sejumlah
objek tertentu, pada umumnya meramalkan kemungkinan menderita kerugian ini
terjadi pada masa lalu.
Kedua, tingkat risiko(digree of risk) yaitu ketidakpastian atas kerugian pada masa datang
yang biasanya sulit untuk diramalkan, tingkat risiko ini sering kali dicampur
adukkan dengan kemungkinan menderita kerugian. Tetapi keduanya memiliki
perbedaan pokok misalnya suatu hal yang tidak mempunyai kemungkinan menderita
kerugian (probilitas nol) maka secara
teoritis tingkat kerugianya juga nol tetapi hal tersebut tidak berlaku
tingkayt risiko kemungkinan masih tetap
ada sebagai akibat dari situasi yang berbeda.
Ketiga, hukum bilangan
besar (law of large number) makin
banyak objek yang mempunyai risiko yang sama atau hamper sama, akan makin
bertambah baik bagi perusahaan asuransi, hal ini disebabkan penyebaran
risiko-risiko akan lebih luas, sehingga secara sistematis kemungkinan menderita
kerugian dapat diminimalisir sedemikian rupa.
Underwriting Asuransi Syariah
mempunyai tujuan yang sangat bebeda. Konsep dasarnya adalah memberikan skema
pembagian risiko yang proposional dan adil di antara para peserta yang secara
relativ homogen. Dengan dasar pemikiran ini, melalui asuransi syariah
diharapkan peserta tolong-menolong satu sama lain disertai dengan adanya
perlindungan yang sifatnya mutual, maka semua peserta akan merasa aman dan
menikmat perlindungan yang mereka butuhkan.
Pada asuransi syariah underwriting
berperan[9]
1. Mempertimbangkan risiko yang diajukan. Proses
seleksi yang dilakukan oleh underwriting dipengaruhi oleh faktor usia, kondisi
fisik atau kesehatan, jenis pekerjaan, moral dan kebiasaan, besarnya nilai
pertanggungan, dan jenis kelamin
2. Memutuskan
meneriama atau tidak risiko-risiko tersebut.
3. Menentukan
syarat, ketentuan dan lingkup ganti rugi termasuk memastikan peserta membayar
premi sesuai dengan tingkat risiko, menetapkan besarnya jumlah pertanggungan,
lamanya waktu asuransi, dan plan sesuai dengan tingkat risiko peserta.
4. Mengenakan
biaya upah (ijarah/fee) pada dana kontribusi peserta
5. Mengamankan
profit morgin dan menjaga agar perusahaan asuransi tidak rugi.
6. Menjaga
kestabilan dana yang terhimpun agar perusahaan dapat berkembang.
7. Menghindari
anti seleksi.
Dengan tujuan tersebut di atas, maka peran undewriter
asuransi syariah diantaranya adalah sebagai berikut.:
1. Menetapkan
risiko yang relative homogen dalam suatu peserta atau calon peserta
2. Menetapkan
ruang lingkup perlindungan yang dibutuhkan oleh para peserta atau calon peserta
dalam kelompok tersebut
3. Menetapkan
estimasi biaya secara keseluruhan yang dibutuhkan untuk memberikan perlindungan
kepada para peserta tersebut
4. Mendistribusikan
skema kontribusi yang proposional dan adil.
2.
Polis
Polis
asuransi adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi
dengan perusahaan asuransi.
3.
Premi (Kontribusi)
Premi
asuransi bagi peserta secara umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan
peserta asuransi, mendapatkan santunan kebijakan atau dana klaim terhadap suatu
kejadian yang mengakibatkan terjadinya klaim, menambah investasi pada masa yang
berikutnya.
4.
Pengelolaan Dana Asuransi Syariah
Di dalam operasional asuransi syariah yang sebenarnya
terjadi adalah saling bertanggung jawab, bantu-membantu dan melindungi di
antara para peserta sendiri. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah)
oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal,
memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian
tersebut.
Keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari
bagian keuntungan dana dari para peserta, yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah
(sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik
modal dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai yang menjalankan modal.
Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta
dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati.
Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi dua
sistem yaitu:
- Sistem yang mengandung unsur tabungan
- Sistem yang tidak mengandung unsur tabungan
- Sistem yang mengandung unsur
tabungan
Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang secara
teratur kepada perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan tergantung kepada
kemampuan peserta. Akan tetapi perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang
dapat dibayarkan. Setiap peserta dapat membayar premi tersebut, melalui rekening
koran, giro atau membayar langsung. Peserta dapat memilih cara pembayaran, baik
tiap bulan, kuartal, semester maupun tahunan.
Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu:
Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu:
a. Rekening Tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila:
- Perjanjian berakhir
- Peserta mengundurkan diri
- Peserta meninggal dunia
b. Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta
sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling
membantu, yang dibayarkan bila:
- Peserta
meninggal dunia
- Perjanjian
telah berakhir (jika ada surplus dana)
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai
dengan syariah Islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi
denagn beban asuransi (klaim dan premi re-asuransi), akan dibagi menurut
prinsip Al-Mudharabah. Prosentase pembagian mudharabah (bagi hasil) dibuat
dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan
dengan peserta.
2. Sistem yang
tidak mengandung unsur tabungan
Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukkan dalam Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, dan dibayarkan bila:
- Peserta meninggal dunia
- Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana)
Kumpulan dana
peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah Islam. Keuntungan dari
hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi
re-asuransi), akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip
Al-Mudharabah dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama
antara perusahaan dengan peserta.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Asuransi Syariah
adalah sebuah sistem dimana para partisipan/anggota/peserta
mendonasikan/menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan
untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian
partisipan/anggota/peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan
operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana/kontribusi yang
diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syari'ah
disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling
membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
"Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan"
Daftar Pustaka
Soemitra, Andri. Bank Dan
Lembaga Keuangan Syariah (Medan, 2009)
[1] Radiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, (Jakarta: PPM,
1992), hlm.
[2] Mangaraja Palianja Nasution, dkk. Basic Training Modul 2002(Jakarta:
PT Asuransi Takaful Keluarga, 2002), hlm. 12
[3] Simonangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank,
(Bogor Selatan, Ghalian Indonesia, 2000), hlm. 175.
[4] Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
[5] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan
Analisis Historis, Teoretis, dan Praktis, (Jakarta: Prenada Media, 2004),
hlm. 59.
[6] Lihat AM. Hasan Ali, Asuransi
Syariah dalam Perspektif Hukum Islam, hlm. 154-155
[7] Herman Darmawi, Manajemen Asuransi,
Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hlm. 31-32
[8] Salusra Satria, Pengukuran
Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian di Indonesia-dengan Analisis
Rasio Keuangan ‘’early Warning System’’, lembaga penerbit FE UI, Jakarta,
1994, hlm. 19-20
[9] Andri Soemitra. Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Kencana, 2009), hal:273-274
0 komentar: